Staying Sane During Self-Quarantine

by - May 28, 2020

Disclaimer: postingan ini ga akan ngebahas kiat-kiat untuk tetep waras selama pandemi (memberi ide, mungkin). Postingan ini murni curahan hati gue yang cukup panjang.



Jujur, rasanya gue ngerasa hidup dalam ketidakpastian. Kilas balik, gue mulai tau ada berita penyebaran COVID-19 di Wuhan, China sekitar akhir Januari 2020. Pada waktu itu, berhembus kabar juga terdapat dua suspects di Bandung. Tak lama kemudian, keduanya dinyatakan negatif COVID-19. Pemerintah Indonesia mulai mengevakuasi WNI dari Wuhan, China dan mengobservasi mereka di Kepulauan Natuna selama dua minggu. Pertengahan bulan Februari, mereka dinyatakan negatif COVID-19 dan dikembalikan ke daerah asal mereka masing-masing. Setelah itu, tidak ada aturan khusus dari Pemerintah, hanya anjuran untuk rajin mencuci tangan, serta tidak menyentuh hidung dan mata dengan tangan yang kotor. Masyarakat masih berkegiatan seperti biasanya, termasuk gue.

Gue inget gue masih ke Java Jazz Festival tanggal 1 Maret, berdesak-desakan apalagi pas mau ngantri Bruno Major (kalau dipikir-pikir gila juga ya). Keesokan harinya, malam hari, muncul breaking news mengenai kasus pertama COVID-19 di Indonesia. Ada ibu dan anak yang dinyatakan positif COVID-19. Sedikit demi sedikit, jumlah orang yang terinfeksi bertambah. Gue masih malam mingguan sama mantan gue (gue putus pas pandemi) selama dua minggu berturut-turut. Pada akhirnya, WHO menyatakan status global pandemi. Presiden Indonesia menghimbau masyarakat untuk melakukan social distancing yang mengharuskan karantina mandiri per 16 Maret 2020. BNPB juga menyatakan status darurat COVID-19 sebagai bencana nasional sampai tanggal 29 Mei 2020. Banyak perusahaan yang mengharuskan karyawannya work from home. Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online, termasuk kampus gue. This really hit me hard.



Terakhir kali gue bisa makan enak di luar
rumah tepat dua hari sebelum
self-quarantine

There is a joke on twitter about introverts don't mind with this social distancing thing. I'm an introvert, but this social distancing thing increases my anxiety. I'm on my final year, I don't take classes anymore. My only activity now is working on my thesiswhich means mostly gue di rumah aja. This social distancing clearly limits me. Biasanya, kalau gue bosen, gue bisa ke bioskop nonton sendirian. Weekend selalu gue tunggu karena gue bisa pergi pacaran, ketemu temen-temen, atau ya jalan sama keluarga. Pasti kalian paham kan.

I was really clingy to my friends in the first week. Gue ngajak video call temen-temen yang udah lama ga gue temuin. Minggu kedua, perasaan gue mulai membaik. Di minggu ketiga, kalau ga salah, gue ga sengaja menemukan free painting class via Instagram Live yang diadakan empat kali dalam seminggu. Sejak kecil, gue suka melukis, tapi gue berhenti pas SMA. Akhirnya, gue beli perlengkapan alat lukis dan rutin mengikuti online class tersebut. Gue cukup boros untuk hobi ini. Bisa dibilang, dua bulan pertama gue cukup produktif. Selain melukis, gue rajin masak juga. Gue mulai dandan di rumah (terkadang), mewarnai rambut sendiri (dengan warna yang wajar), buat konten di tiktok (padahal ini bukan gue banget) yang mengharuskan gue belajar edit video, main The Sims 4 (ga bertahan lama sih), dan series marathon (sampai sekarang). Gue juga coba virtual photoshoot sebanyak dua kali dengan temen gue. Semua gue lakukan untuk menjaga kewarasan gue. 

Beberapa masakan yang gue buat
Beberapa lukisan gue
                      
                
  
Hasil virtual photoshoot yang gue ambil

Gue ketemu mantan gue tiap dua minggu sekali. Kita cuman belanja ke supermarket, take away makanan, netflix-an, atau main game di rumah. Our top love language ialah quality time dan mantan gue super sibuk sama kerjaan, jadi kalau sama sekali ga ketemu selama berbulan-bulan rasanya sulit ya. Rutinitas simple seperti itu cukup disyukuri. 

If you're currently dating someone, this quarantine is really going to highlight how invested they are in dating you and how creative they can be.
Demikian kalimat yang gue retweet di twitter.

This is a new normal, I guess. Semua orang mulai terbiasa dengan kondisi ini. Sekarang, setelah dua setengah bulan, gue mulai merasa jenuh. Seketika melukis rasanya kurang fun. Ga mungkin video call terus menerus sama teman karena setiap orang juga punya kesibukan masing-masing. Rasanya kesal melihat pemberitaan orang-orang belanja baju lebaran berdesak-desakan, sedangkan banyak orang pula yang rela bertahan di rumah. Kurva bukannya melandai, malah semakin naik. Status darurat masih diberlakukan karena belum ada keputusan Presiden tentang Penetapan Berakhirnya Satus Bencana Non-alam COVID-19 sebagai Bencana Nasional. Ya, rasanya benar-benar hidup dalam ketidakpastian sih karena kita ga tau kapan semuanya berakhir. Awalnya gue menghitung hari, sampai gue udah lupa ini hari ke berapa. Hal ini yang mengantarkan gue untuk "berkeluh kesah" dan berefleksi di blog ini.

Sometimes gue berfikir dan bersyukur juga. Gue sempet mempertimbangkan beli tiket konser Rex Orange County untuk bulan Mei 2020, tapi sangkin lamanya mikir tiketnya sold out wkwk. Akhirnya banyak konser yang dibatalin juga. Gue ada rencana mau ke Malaysia sama temen-temen gue sekitaran bulan Februari 2020, tapi gue bilang di grup sebelum membeli tiket, gue harus tau kapan jadwal test CPNS DKI Jakarta. Waktu itu, gue takut akan bentrok. Ya.. Selain itu, ada temen gue satu orang memutuskan liburan ke Jepang, jadi gue rada ga yakin akan terlaksana atau ga. Jauh sebelum itu, gue diajak ikut bokap dan tante gue lainnya untuk ke Perancis di bulan Februari 2020, tapi kondisinya gue sedang mengerjakan tesis dan mereka mau dua bulan di sana. Ternyata, bokap gue dan tante-tante gue jalan-jalan hanya bisa sebentar karena beberapa negara di Eropa memutuskan lockdown. Sepulangnya bokap ke Indonesia, doi isolasi secara mandiri dua minggu. Hikmah yang gue dapat ialah tidak perlu mengeluarkan uang dan tidak perlu melewati proses refund. Gue tidak perlu tertahan di negara orang cukup lama dalam kondisi pandemi. Gue juga mikir mungkin gue belum dapat pekerjaan ada hikmahnya. Ga semua perusahaan bisa work from home, atau bisa aja tiba-tiba pas gue kerja perusahaannya malah buang-buang pegawai. Gue masih bersyukur karena kebutuhan gue masih tercukupkan, sejauh ini. Kami sekeluarga juga masih sehat.

Jujur kadang 'ku tak sanggup menghadapi semua bebanku. Menantikan jawaban. Menolak untuk menyerah.
Demikian penggalan lirik awal lagu "Jujur" nya Sidney Mohede. Suatu ketika di hari Minggu, gue lagi beribadah (streaming tentunya). Pendeta yang lagi khotbah membahas lagu tersebut sambil menangis. Oh ya, gue dari lahir udah Kristen. Gue pas denger khotbah cukup relate dan gue yakin banyak yang relate juga dalam kondisi sekarang.
Ku 'kan berserah. Kutau aku tak sendiri. Kuyakin Kau mengasihiku.
Sometimes I like to crybut I know I'm not aloneThis too shall pass.


*Updated on 10 August 2020.

I am also at

You May Also Like

0 comments